Wisata Kota Malang

Peta Kabupaten Malang

Arsip Blog


Jual Beli Laptop Notebook Malang

Dosen-Dosen Malang yang Punya Keahlian Dalang

Kamis, 29 Oktober 2009

Dosen-Dosen Malang yang Punya Keahlian Dalang. Menangis jika Bawakan Cerita Kematian Abimanyu

Sejumlah dosen di Malang memiliki keterampilan menjadi dalang wayang kulit. Meski tidak sering tampil, tetapi keahlian mereka patut diacungi jempol. Seperti Prof Dr Hendiyat Sutopo, dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Malang (UM) ini. Gayanya mendalang juga tak kalah dengan dalang yang sudah punya jam terbang tinggi.

KHOLID AMRULLAH

---

"Ada apa Kang Mas Prabu?". Suara tersebut keluar dari Hendiyat Sutopo saat memeragakan suara Dewi Sembodro yang kemayu dan lembut. Dewi Sembodro adalah istri Permadi yang suaranya memiliki ciri khas sendiri. Sejenak kemudian, dia memberikan contoh suara Srikandi yang lebih tegas dengan intonasi kenes dan cepat. Mantan asisten direktur program pascasarjana UM ini mampu menirukan suara wanita.

Sosok kelahiran Wonogiri 1954 ini lalu mengganti dengan percakapan para Pandawa Lima yang penuh kewibawaan. Maka suaranya pun diubah dengan suara rendah dan lebih ngebas. Gerak bibirnya juga diubah agar mampu menghasilkan suara terbaik, sesuai tokoh yang diperankan.

Karena, setiap wayang memiliki karakter suara yang berbeda dan dalang harus bisa memerankan semua karakter itu. Suara tokoh wayang itu mampu dibawakan dengan lumayan pas.

Hendiyat menceritakan soal ketertarikannya pada dunia pewayangan mulai sejak kecil. Ketika masih duduk di bangku SD, dia sering menonton wayang bersama orang tuanya. Biasanya Hendiyat kecil selalu memilih tempat menonton di belakang sinden.

Berawal dari sekadar senang, lama-lama dia juga mulai tertarik dengan nilai-nilai yang terkandung dalam cerita pewayangan. Dari situlah pria berkumis ini semakin ketagihan menonton wayang. Beranjak dewasa dia semakin tertarik dengan filosofi dalam ajaran wayang. "Maka, ketika saya masuk kuliah di sini (UM), saya langsung ikut ekstrakurikuler karawitan," jelas suami Saras Pagestuti ini di ruang kerjanya, Selasa (27/10) lalu.

Saat aktif di karawitan, dia berkali-kali ikut mengiringi pementasan tari-tarian dan pegelaran wayang kulit. Kemudian, bersama sejumlah seniman di Kota Malang, mendirikan paguyuban seni wayang orang. Dia berkali-kali tampil dalam pementasan wayang orang. Setelah bergelut di wayang orang, mantan ketua Dewan Pendidikan Kota Malang (DPKM) ini tertarik mendalami ilmu dalang. "Masak terus-terusan jadi wayang saja," selorohnya.

Tak tanggung-tanggung, pada 1982 dia berguru kepada Ki Anom Carito, dalang yang tinggal di Jl Gajayana, Malang. Meski tidak sampai tuntas, karena kesibukan yang padat, dia telah banyak mendapatkan ilmu dari gurunya itu. Menimba ilmu dalang dilakukan hanya jangka dalam waktu satu tahun. "Untuk memperdalam ilmu dalang, saya membeli buku tentang wayang. Jumlahnya sekitar 10 buah," jelas dia.

Untuk memelihara kemampuannya, sampai saat ini dia masih aktif berlatih melafalkan suluk-suluk dan uyon-uyon serta latihan mendalang. Untuk suluk diucapkan di mana saja jika dirasa tak menganggu orang lain. Kadang di kamar mandi, di gazebo depan rumah, atau saat jeda istirahat di kantor.

Biasanya saat sedang membawakan suluk, anak istrinya suka menggoda. Tetapi dia tak mempedulikannya. Lalu, soal kesulitan memainkan wayang, Hendiyat mengatakan, sejauh ini tidak ada masalah. Hanya dia mengaku masih perlu banyak belajar lagi untuk menambah pengalaman.

Maklum, dia bukan dalang yang memiliki jam terbang tinggi, tetapi lebih sekadar hobi. Sehingga untuk keterampilan memainkan wayang dia masih perlu sering berlatih. Tetapi jika diminta untuk tampil, dia siap. "Ayo, apa mau mengundang saya?" tantangnya.

Ditanya soal cerita yang paling disukai, menurutnya, saat Abimanyu gugur dalam perang Baratayuda. Abimanyu adalah putra Arjuna yang menurunkan raja-raja besar. Menurut dia, adegan yang paling mengharukan adalah ketika detik-detik meninggalnya Abimanyu. Dikisahkan, dalam perang Baratayuda hari ketigabelas, Pandawa mengalami kesulitan menembus formasi melingkar (cakrawyuha) pasukan Kurawa. Hanya Abimanyu yang punya keahlian menembus formasi itu. Namun, ksatria muda itu belum diajarkan keluar dari cakrawyuha. Pandawa mencoba mengatasi kekurangan ini dengan membentuk pasukan untuk mengeluarkan Abimanyu. Tetapi, Kurawa mencegah Abimanyu keluar dengan merapatkan kepungan. Setelah membunuh putra raya Kurawa, Laksmana, Abimanyu dikeroyok dan kepalanya digada. Upayanya bertahan dengan pedang patah dan perisai roda kereta tak berhasil mencegah keganasan keroyokan Kurawa. Abimanyu gugur. Saat dia gugur, istrinya mengandung janin Parikesit, yang jadi penerus Pandawa.

Yang mengharukan Hendiya adalah adegan Abimanyu mengucapkan kata perpisahan dengan Gatotkaca. Adegan patriotik dan mengharukan muncul dari peristiwa itu. "Saya biasanya menangis kalau sedang mengikuti atau membawakan cerita ini," ujar dosen yang punya tiga anak ini. Gatotkaca sendiri terbunuh sehari setelahnya, di hari ke-14 Baratayuda.

Bagi dosen yang tinggal di Jl Sigura-Gura Barat ini, wayang tidak hanya sebagai hiburan yang berakar dari budaya. Tetapi juga memiliki ajaran yang adi luhung. Dia mengungkapkan bahwa ajaran kepemimpinan tertinggi di dunia wayang adalah sosok yang sugih tanpa banda (kaya tanpa harta), sakti tanpa aji-aji (sakti tanpa senjata), terbang tanpa sayap, ngelurug tanpa bala (menyerbu tanpa bala tentara). Lalu dia berhasil menang tanpa ngasorake (menang tanpa mengalahkan) musuhnya. Menurut dia, filosofi ini akan sangat baik jika dimiliki dan dilaksanakan oleh para pemimpian negeri ini.

Apakah kepiawaian menjadi dalang itu juga dijadikan media saat memberikan kuliah kepada mahasiswanya? Hendiyat menjelaskan bahwa dia kerap kali menyitir ajaran-ajaran yang terkandung dalam dunia wayang sebagai variasi model pembelajaran.

Namun, dia juga merasa prihatin dengan minat para generasi muda terhadap wayang yang kian rendah. Anak-anak muda sekarang lebih menyukai hiburan modern. Untuk itu, dia juga menginginkan ada modifikasi pementasan wayang kulit agar lebih bisa diterima masyarakat dari berbagai kalangan. "Meski demikian tidak boleh terlalu banyak meninggalkan pakem," jelas dia

Sementara itu, beberapa hari terakhir ini dia mulai sibuk mempersiapkan diri untuk pentas. Maklum, pada Sabtu (31/10) mendatang dia akan tampil dalam acara tasyakuran di FIP UM dan lustrum UM XI. Dia akan membawakan lakon Amarto Binangun. Pada kesempatan itu, dia akan tampil bersama dalang Purbowantoro dari Malang. (*/ziz) (http://jawapos.co.id/)

Tulisan Terkait Lainnya



0 komentar:

Posting Komentar